Kendari-Anda Mungkin familiar dengan nama Albert Einstein pencetus teori Relativitas, namun tahukah bahwa ilmuwan fisika teoritis ini pernah gagal di tes masuk Eidgenossische Technische Hochschule (ETH Zurich, Swiss). Sejauh manakah engkau mengenal Yogi Ahmad Erlangga yang menyempurnakan “Persamaan Helmholtz” yang sangat berguna bagi industri minyak dunia. Yogi berhasil menemukan solusi atas “Persamaan Helmholtz” pada Desember 2005. Ketika tengah menempuh program Ph.D di Delft University of Technology, Belanda. Metode baru yang ditemukannya membuat banyak perusahaan minyak dunia gembira. Ataukah Bapak Baharuddin Jusuf Habibie, Sang Ahli Pesawat Terbang Visioner. Beliau melanjutkan studinya untuk mendapatkan gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fure Maschinenwesen Aachen, Jerman. Bagaimanakah rasanya kuliah dan memperoleh gelar dari kampus para ilmuwan diatas?
Nyata adanya, melalui program joint master’s degree mengantarkan mimpi Laode Marzujriban untuk kuliah di tiga kampus yang mewisudakan 3 ilmuwan hebat diatas terwujud. Diumur yang baru masuk 25 tahun, dirinya tak pernah membayangkan akan memboyong 3 titel sekaligus di tiga Negara berbeda dan tiga kampus berbeda.’Memang ini mimpi saya, sejak kecil saya sangat suka dengan sains”, tuturnya.
Sebentar lagi, Iban sapaan akrab La Ode Marzujriban pemuda asal Pulau Buton, Sulawesi Tenggara akan mewujudkan hal itu. Pria kelahiran Baubau ini tengah bergelut dengan peralatan laboratorium untuk menyelesaikan studi magister atau S2 nya di Jurusan Geofisika Terapan di Delft University of Technology, Belanda kemudian ETH Zurich, Swiss lalu di Technische Hochschule Die Facultaet Fure Maschinenwesen Aachen, Jerman. .
Saat dihubungi oleh Rona Indonesia.com dirinya mengaku mendapat beasiswa joint master’s degree program saat usai mengambil program kuliah S1 di Universitas Hasanuddin Departemen Geofisika, Makassar.
“Jadi program joint master’s degree adalah program yang dilakukan di lebih dari satu kampus dengan bisa lebih dari satu gelar yang akan didapat nantinya. Jadi Saya berkuliah di tiga kampus, di kampus pertama saya akan mengambil semua mata kuliah wajib dan mata kuliah pilihan. Namun mata kuliah pilihan tersebut akan menjadi mata kuliah wajib di kampus kedua dan ketiga.” ungkap alumni SMAN 1 Baubau ini.
“Intinya program ini mewajibkan kita kuliah di tiga Negara”, tambahnya. Sekarang saya mengambil program joint master di TU Delft, Belanda, kemudian ETH Zurich, Swiss, dan sekarang saya sedang berada di kampus ketiga saya di RWTH Aachen, Jerman.terangnya.
Ditanya mengenai hobi, dirinya mengaku waktu kecil sudah sangat senang dengan sains. “saya senang membaca biografi tokoh seperti Albert Einstein, BJ Habibie, dan saat dewasa saya melihat sosok ilmuwan muda yakni Pak Yogi Ahmad Erlangga saat itu beliau mendapatkan penghargaan Bakrie Award dan beliau kuliah di TU Delft”, jelasnya. Dirinya mengatakan sangat senang bisa mendapatkan program ini hingga bisa kuliah di tempat ketiga tokoh-tokoh tersebut. “Jadi saya ke Delft dimana Pak Yogi Ahmad Erlangga berkuliah, saya ke ETH Zurich dimana Einstein pernah berkuliah, dan sekarang saya ada di RWTH Aachen tempat dimana Pak Habibie menimba ilmu”, jelasnya.
Pria ini ingin menumbuhkan animo teman-teman muda di daerah untuk sekolah ke luar Sulawesi, akunya. “Sebagai cucu pertama dalam keluarga saya termotivasi menunjukkan kepada mereka bahwa saya mampu danan Alhamdulillah sekarang saya berada di Jerman”, terangnya.
Pemuda yang doyan traveling ini mengaku sangat gemar membaca ensiklopedia tentang geofisika, luar angkasa, bumi, komputer. “Sedikit flashback tentang program ini, semester satu untuk mendapatkan degree kampus pertama saya di TU Delft di Belanda. Di sana kegiatan perkuliahannya banyak berkutat tentang teori fisika dan matematika terapan, durasi di sana kurang lebih enam bulan atau satu semester. Kemudian di semester kedua saya lanjut mengambil degree di ETH Zurich di Swiss kurang lebih durasinya sama juga enam bulan. Di sana kami lebih berkutat tentang metode-metode numerik, inversi, hal-hal yang bersifat lapangan. Jadi di sana kami melakukan kuliah lapangan mencari benda-benda purbakala dengan metode geofisika. Saya sempat magang di pusat riset ETH Zurich yang bekerja sama dengan berbagai badan antariksa saya mengerjakan beberapa proyek dan bagi saya itu merupakan pelajaran yang sangat bagus”, terangnya.
Saat ini aktivitas keseharianya selain mempersiapkan diri untuk ujian,dirinya juga sementara mempersiapkan tesis. “Di sini perkuliahan kami lebih difokuskan ke hal-hal seperti geothermal, geofisika logging, dan juga pendalaman tentang meotde-metode numerik utnuk mengesktrak seperti panas bumi, migas, air tanah, dan menurut saya ini sangat menarik”, tambah mahasiswa fresh graduate ini.
Pria ini mengambil tesis Tentang Coda Wave Interferometry (CWI), metode ini sudah digencarkan beberapa tahun lalu. Tetapi dirinya ingin mencari metode baru untuk melokalisasi jika ada rekahan dalam medium dan medium itu bisa dari sampel batuan atau lebih besar seperti patahan dalam bumi. “Contoh sederhananya misalnya teman-teman punya sebongkah batu kemudian bongkah batu itu dilewatkan gelombang kemudian diukur setelah itu di batunya berikan rekahan kemudian diberi gelombang lagi kemudian diukur lagi, tentu ada perbedaan,” ungkapnya.
Nah yang dilakukan oleh Iban ini adalah ingin mengetahui rekahan tanpa melihat batuannya. “jadi mengetahui kira-kira di mana lokasi rekahannya, seberapa panjang lokalisasi rekahannya. Kemudian akan di tes di Wave lab dan metode yang akan saya formulasi di tesis akan saya coba implemantasikan pada laboratorium tersebut’,terangnya
Pindah-pindah negara cukup merepotkan. Biasanya hal yang telah diselesaikan dinegara sebelumnya harus diurus lagi dari awal dinegara berikutnya, akunya.” Ibarat pacaran, sedang-nyaman-nyamannya tetapi harus pergi. Awalnya juga depresi karena di program ini tidak ada mahasiswa Indonesia, harus adaptasi dengan perbedaan budaya mahasiswa negara-negara lain. Kalau di Jerman sendiri tantangannya itu bahasa, kalau di luar akademik Bahasa Inggris jarang digunakan. Akan sangat susah kalau misalnya teman-teman tidak bisa menggunakan basic bahasa Jerman. Saya pribadi tidak fasih berbahasa Jerman, karena keadaan memaksa tapi saya tahu cara memesan makanan, membayar sesuatu, atau paling urgent jika tersesat menanyakan arah” tandasnya.(irh/b)
Penulis : Irham
Editor : Herman K